Kue Jongkong Betawi

Kue Jongkong Betawi: Warisan Manis dari Tanah Betawi

Jakarta, blessedbeyondwords.com – Bayangkan sebuah sore di Jakarta tempo dulu. Anak-anak berlarian di gang sempit, penjual kue keliling memikul dagangan dengan suara khas teriakan “jajanan, jajanan…”. Dari balik tudung saji, terlihat aneka kue berwarna-warni. Salah satunya yang mencuri perhatian adalah kue jongkong Betawi.

Kue ini tidak hanya sekadar camilan manis, tapi juga simbol kehangatan keluarga Betawi. Teksturnya lembut, kenyal, dengan kombinasi rasa gurih santan, legit gula merah, dan aroma pandan yang menenangkan. Di balik kesederhanaannya, kue jongkong menyimpan cerita panjang tentang identitas budaya Betawi yang masih dijaga hingga kini.

Tak heran, di banyak acara keluarga Betawi—mulai dari hajatan pernikahan sampai syukuran—jongkong sering hadir di atas meja, berdampingan dengan kue-kue lain seperti kue cucur, kue ape, atau kue pepe.

Sejarah dan Filosofi Kue Jongkong

Kue Jongkong Betawi

Kue jongkong dipercaya lahir dari kreativitas masyarakat Betawi dalam memanfaatkan bahan-bahan sederhana yang ada di dapur: tepung beras, santan, pandan, dan gula merah. Nama “jongkong” sendiri konon diambil dari bentuknya yang menyerupai perahu kecil atau wadah daun pisang yang dilipat.

Secara filosofis, lapisan dalam kue ini melambangkan keberagaman hidup. Warna hijau pandan diibaratkan sebagai kesegaran alam, putih santan sebagai kesucian niat, dan cokelat gula merah sebagai manisnya perjuangan. Inilah sebabnya kue jongkong tidak sekadar makanan, tetapi juga simbol rasa syukur.

Di era kolonial, jongkong termasuk jajanan yang sering dihidangkan untuk tamu sebagai tanda keramahan. Hingga kini, banyak generasi tua Betawi yang masih menganggap jongkong sebagai kue wajib dalam setiap perayaan.

Bahan dan Teknik Membuat Kue Jongkong Betawi

Salah satu keunikan kue jongkong Betawi adalah kesederhanaan bahan yang digunakan, tetapi menghasilkan rasa yang kaya.

Bahan utama kue jongkong:

  • Tepung beras dan tepung sagu (untuk tekstur kenyal).

  • Santan kelapa (memberi rasa gurih dan lembut).

  • Gula merah (untuk lapisan manis).

  • Daun pandan atau pasta pandan (untuk aroma dan warna hijau alami).

  • Garam (sejumput untuk menyeimbangkan rasa).

Teknik pembuatan:
Adonan dibuat terpisah sesuai lapisan. Pertama, lapisan hijau pandan dituangkan ke wadah daun pisang atau cetakan, dikukus hingga setengah matang. Kemudian dilanjutkan dengan lapisan putih santan, dan terakhir lapisan cokelat gula merah.

Proses pengukusan dilakukan perlahan agar setiap lapisan merekat sempurna. Saat dibuka, hasilnya adalah kue berlapis tiga yang cantik, harum, dan menggoda selera.

Ada cerita menarik dari seorang ibu penjual kue di Setiabudi. Ia bercerita bahwa rahasia jongkong ada di santannya. “Kalau santan encer, jongkong jadi hambar. Kalau terlalu kental, jadi cepat basi. Jadi harus pas,” katanya sambil tertawa kecil.

Kue Jongkong dalam Kehidupan Masyarakat Betawi

Kue jongkong bukan hanya makanan rumahan. Ia juga bagian dari identitas kuliner Betawi yang ikut memperkaya khasanah jajanan tradisional Indonesia.

  • Dalam hajatan: Jongkong sering hadir dalam acara pernikahan Betawi, berdampingan dengan dodol Betawi.

  • Dalam pasar tradisional: Jongkong biasanya dijual bersama jajanan lain seperti nagasari, klepon, dan kue lapis.

  • Dalam budaya kekeluargaan: Banyak keluarga Betawi menjadikan jongkong sebagai camilan sore, dinikmati dengan teh panas atau kopi tubruk.

Kehadiran jongkong juga jadi nostalgia bagi banyak orang. Seorang mahasiswa asal Jakarta bercerita, setiap kali ia pulang kampung, ibunya selalu menyajikan jongkong buatan sendiri. “Rasanya nggak pernah sama dengan yang dijual di pasar. Buatan ibu itu lebih penuh cinta,” ujarnya.

Modernisasi Kue Jongkong: Dari Pasar ke Kafe

Meski tergolong kue tradisional, kue jongkong kini bertransformasi mengikuti tren modern. Banyak kafe di Jakarta dan sekitarnya mulai menjual jongkong dengan tampilan lebih kekinian. Ada yang menyajikannya dalam cup plastik transparan, ada pula yang menambahkan topping keju atau cokelat modern.

Namun, esensi rasa tetap sama: lapisan hijau pandan, putih santan, dan cokelat gula merah. Hanya saja, cara penyajiannya menyesuaikan selera generasi muda.

Fenomena ini menunjukkan bahwa kue jongkong Betawi tidak akan hilang ditelan zaman. Ia justru beradaptasi, tampil dalam gaya baru, tapi tetap mempertahankan cita rasa tradisionalnya.

Tips Menikmati dan Menjaga Eksistensi Kue Jongkong

Bagi kamu yang penasaran ingin menikmati kue jongkong, berikut tipsnya:

  • Pilih yang segar: Karena berbahan santan, jongkong sebaiknya dikonsumsi dalam 1–2 hari.

  • Nikmati hangat: Rasanya lebih nikmat saat masih hangat usai dikukus.

  • Pasangkan dengan minuman tradisional: Teh panas, wedang jahe, atau kopi tubruk jadi teman terbaik jongkong.

  • Belajar membuat sendiri: Banyak resep sederhana di rumah, agar generasi muda ikut menjaga tradisi ini.

Melestarikan jongkong bukan hanya soal menjaga kuliner, tetapi juga menjaga jati diri Betawi. Dengan terus menghadirkannya di meja makan keluarga, kita ikut merawat warisan budaya.

Kesimpulan

Kue jongkong Betawi adalah bukti bahwa makanan sederhana bisa punya makna besar. Dengan lapisan hijau, putih, dan cokelat, ia mewakili harmoni hidup yang penuh warna. Dari dapur tradisional Betawi hingga kafe modern, jongkong tetap bertahan, membawa pesan manis dari masa lalu untuk generasi masa kini.

Lebih dari sekadar jajanan pasar, kue jongkong adalah cerita tentang cinta keluarga, keramahan budaya, dan identitas kuliner Betawi yang tak tergantikan.

Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Food

Baca Juga Artikel Dari: Dodol Betawi: Manis Legit yang Tak Pernah Lekang Waktu

Author