Bubur Candil

Bubur Candil: resep klasik dan cita rasa khas Jawa

JAKARTA, blessedbeyondwords.com – Malam itu hujan turun pelan, dan dari dapur kecil di pojok rumah, aroma santan rebus dan gula merah menyeruak. Di atas meja, semangkuk bubur candil hangat menanti untuk diseruput. Mungkin inilah alasan kenapa makanan ini begitu melekat di hati banyak orang — karena buburcandil tak sekadar makanan, ia adalah bagian dari kenangan.

Di banyak daerah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, buburcandil menjadi sajian wajib saat berbuka puasa atau acara keluarga. Tekstur bulatannya yang kenyal berpadu dengan kuah santan gurih manis menjadikannya simbol kehangatan rumah.

Bahan-bahan sederhana yang sarat makna

Bubur Candil

Keistimewaan bubur candil terletak pada kesederhanaannya. Bahan-bahannya mudah ditemukan, tapi perpaduannya menghasilkan rasa yang begitu kaya.

Bahan candil (bola-bola):

  • Tepung ketan putih

  • Air hangat secukupnya

Bahankuah gula:

  • Gula merah (pilih yang berkualitas, warnanya lebih gelap dan aromanya kuat)

  • Gula pasir (sebagai penyeimbang rasa)

  • Air

  • Daun pandan

Bahan kuah santan:

  • Santan kental dari kelapa tua

  • Sedikit garam

  • Daun pandan untuk aroma

Di beberapa versi modern, ada tambahan ubi kukus yang dihaluskan dan dicampur dalam adonan candil untuk menciptakan warna-warni alami. Tapi pada dasarnya, bubur candil tetap setia pada bentuk bulatan lembut yang kenyal dan kuah manis gurih yang menyelimuti.

Cara membuat bubur candil yang kenyal dan tidak pecah

Membuat bubur candil tidaklah sulit, tapi ada beberapa langkah penting agar hasilnya tidak hancur saat dimasak:

  1. Campurkan tepung ketan dengan air hangat hingga adonan bisa dibentuk. Jangan terlalu lembek agar bola tidak pecah saat direbus.

  2. Bentuk bola kecil seukuran kelereng. Usahakan ukurannya seragam agar matangnya merata.

  3. Rebus air dan masukkan bola ketan. Tunggu hingga semua bola mengapung — tanda bahwa bagian dalamnya sudah matang.

  4. Masukkan larutan gula merah dan daun pandan. Rebus hingga air sedikit menyusut dan kuah menjadi kental.

  5. Masak santan di panci terpisah dengan daun pandan dan garam. Jangan sampai mendidih agar santan tidak pecah.

  6. Sajikan bubur candil dengan siraman kuah santan hangat. Bisa juga didinginkan di kulkas untuk versi segar saat cuaca panas.

Cita rasa dan tekstur yang menggoda indera

Salah satu kekuatan bubur candil ada pada kombinasi rasa dan teksturnya. Candil yang kenyal namun lembut, memberikan sensasi ‘chewy’ yang memuaskan. Kuah gula merah yang manis legit menyatu dengan santan yang gurih, menciptakan keseimbangan rasa yang kaya namun tidak berlebihan.

Tidak sedikit yang mengibaratkan sensasi ini seperti pelukan dalam bentuk makanan — hangat, menenangkan, dan selalu bikin kangen.

Seorang jurnalis kuliner dari Harian Jogja bahkan menyebut bubur candil sebagai “dessert paling jujur dari tanah Jawa”, karena tidak membutuhkan kemewahan, hanya ketulusan rasa.

Bubur candil dalam budaya dan perayaan

Di Yogyakarta dan Jawa Tengah, bubur candil menjadi bagian dari bubur sekoteng atau bubur jawa, yang biasanya disajikan dalam acara mitoni (tujuh bulanan) atau syukuran. Warna dan bentuknya melambangkan keberkahan dan harapan akan kehidupan yang manis dan bulat utuh.

Bagi masyarakat Muslim, bubur candil juga menjadi sajian favorit saat Ramadan. Disantap hangat saat berbuka atau dalam keadaan dingin saat sahur, ia tak kehilangan daya tariknya.

Kisah lokal: resep turun-temurun yang bertahan

Di sebuah desa kecil di Magelang, seorang ibu bernama Bu Riyah masih menjajakan bubur candil setiap sore sejak 1995. Ia menggunakan resep warisan dari ibunya, dengan takaran yang tidak ditulis tapi dihafal dari pengalaman. Ia percaya bahwa kunci bubur candil yang enak adalah “santannya harus sabar dimasak, dan candilnya jangan terlalu besar.”

Kini anak perempuannya mulai membantu, menjual lewat aplikasi pesan antar. Namun mereka tetap mempertahankan proses tradisional — dari memarut kelapa sendiri hingga memasak santan dengan api kecil.

Kisah ini menjadi bukti bahwa makanan sederhana seperti buburcandil mampu bertahan di tengah gelombang modernisasi, karena punya cerita, bukan sekadar rasa.

Perbandingan dengan bubur tradisional lain

Bubur candil sering dibandingkan dengan bubur sumsum karena keduanya disajikan dengan kuah gula dan santan. Bedanya, bubur sumsum memiliki tekstur lembut seperti puding, sedangkan buburcandil lebih padat dan kenyal.

Di daerah lain, ada juga bubur biji salak dari Betawi yang mirip dengan candil, hanya saja bola-bolanya terbuat dari ubi jalar. Meski serupa, setiap varian membawa kekhasan wilayahnya masing-masing.

Inovasi modern tanpa meninggalkan akar

Beberapa kafe kekinian kini menyajikan bubur candil dalam kemasan estetik, lengkap dengan topping modern seperti keju parut, kelapa sangrai, atau bahkan susu evaporasi. Meskipun tampilannya berubah, rasa dasarnya tetap mengandalkan keseimbangan antara manis dan gurih.

Inovasi ini tidak selalu dianggap negatif. Justru menjadi bukti bahwa makanan tradisional bisa bertahan jika diberi ruang untuk berkembang.

Penutup: semangkuk Bubur Candil hangat penuh makna

Bubur candil bukan sekadar makanan penutup. Ia adalah representasi dari nilai kehangatan, kebersamaan, dan kesederhanaan yang melekat pada budaya Indonesia. Dari resep nenek hingga piring di meja hari ini, setiap suapannya menyimpan cerita.

Di era makanan cepat saji dan tren viral, buburcandil mengingatkan bahwa yang paling mengesankan justru datang dari hal-hal yang paling sederhana — asal dibuat dengan cinta dan kesabaran.

Jelajahi Artikel Lain yang Tak Kalah Menarik Tentang: Food

Baca juga artikel lainnya: Oyakodon: Resep Hangat Ayam Telur Khas Jepang

Author