Kue Ape

Kue Ape: Jajanan Legendaris yang Selalu Bikin Rindu

Jakarta, blessedbeyondwords.com – Di sudut-sudut jalan Jakarta, ada aroma khas yang sering bikin orang melirik ke arah wajan kecil dengan tutup kaleng di atasnya. Ya, itulah Kue Ape—jajanan tradisional yang dikenal juga sebagai “serabi Betawi tipis.” Bagi sebagian orang, kue ini bukan sekadar camilan, tapi juga simbol nostalgia.

Bayangkan suasana sore hari di tahun 90-an. Anak-anak pulang sekolah, seragam masih lecek, berlarian menuju pedagang kue ape langganan di depan gang. “Bang, apenya satu ya, yang ijo!” teriak seorang bocah sambil menggenggam recehan. Si abang pedagang dengan cekatan menuangkan adonan ke cetakan, mengangkatnya, lalu menaruhnya di bungkus kertas minyak. ape yang hangat langsung jadi rebutan.

Kue ini sederhana, tapi daya tariknya luar biasa. Pinggirannya renyah seperti kerupuk, sementara bagian tengahnya empuk dan manis. Warna hijau pandan yang khas membuatnya semakin menggoda. Bahkan, sampai hari ini, ape tetap bertahan sebagai salah satu kuliner kaki lima paling ikonik di Jakarta.

Asal-Usul dan Filosofi di Balik Kue Ape

Kue Ape

Kue ape memang sangat identik dengan Jakarta, khususnya budaya Betawi. Namun, menariknya, jajanan ini diyakini punya keterkaitan dengan berbagai varian serabi dari daerah lain di Indonesia. Bedanya, ape lebih tipis, dengan pinggiran kering yang jadi ciri khas.

Nama “ape” sendiri sering bikin orang penasaran. Ada yang bilang berasal dari bahasa Betawi sehari-hari, di mana “ape” berarti “apa.” Konon, dulu pedagang sering ditanya, “Bang, ini kue ape?” dan jawaban itu akhirnya jadi nama populer kue ini. Lucu, sederhana, tapi justru membuatnya makin melekat di ingatan.

Selain itu, kue ape juga merepresentasikan filosofi keseharian orang Betawi yang sederhana, ramah, dan penuh canda. Tidak butuh kemewahan untuk bisa bikin bahagia, cukup dengan jajanan hangat di sore hari.

Resep Sederhana, Rasa Tak Tergantikan

Bahan-bahan kue ape sebenarnya sederhana dan mudah didapat. Inilah yang membuat banyak orang kadang mencoba bikin sendiri di rumah, meski rasa dari abang-abang kaki lima tetap punya tempat istimewa.

Bahan dasar kue ape:

  • Tepung terigu

  • Tepung beras

  • Santan

  • Gula pasir

  • Daun pandan (atau pasta pandan untuk warna hijau)

  • Baking powder dan ragi (untuk tekstur empuk)

  • Garam secukupnya

Cara membuatnya:
Adonan kue ape biasanya dituang ke wajan kecil khusus (mirip cetakan martabak mini), kemudian dimasak dengan api kecil. Bagian pinggir yang tipis akan cepat mengering, sementara bagian tengah tetap lembut. Tutup wajan digunakan agar panas merata.

Rahasia kenikmatan ape terletak pada keseimbangan tekstur: pinggirannya harus renyah, tapi tidak gosong, sementara tengahnya harus empuk dan manis, tapi tidak terlalu lembek.

Tak heran, banyak orang yang rela antre demi mendapatkannya. Beberapa pedagang bahkan dikenal hanya dengan sebutan “ ape abang depan sekolah,” yang jadi legenda tersendiri bagi anak-anak di sekitar.

Variasi Kue Ape Zaman Sekarang

Meski kue ape tradisional dengan warna hijau pandan tetap jadi primadona, kreativitas kuliner membuat jajanan ini hadir dalam berbagai variasi modern.

Beberapa contoh variasinya:

  • Kue ape cokelat: dengan taburan meses di bagian tengah.

  • Kue ape keju: kombinasi asin gurih yang lumer dengan adonan manis.

  • Kue ape rainbow: menggunakan pewarna makanan sehingga tampil berwarna-warni.

  • Kue ape modern topping: beberapa pedagang menambahkan topping seperti oreo, marshmallow, atau bahkan matcha.

Meski begitu, banyak orang tetap berpendapat bahwa ape klasik adalah yang paling enak. Ada rasa nostalgia yang tak tergantikan dari aroma pandan dan tekstur originalnya.

Kue Ape dalam Kenangan Kolektif Warga Jakarta

Bagi warga Jakarta, kue ape lebih dari sekadar jajanan. Ia adalah bagian dari identitas kuliner kota ini. Sama seperti kerak telor atau soto Betawi, ape selalu hadir di cerita masa kecil banyak orang.

Contohnya, Dian, seorang pekerja kantoran, bercerita bahwa ia sering mencari ape saat stres. “Rasanya kayak balik ke masa kecil. Begitu gigitan pertama, langsung inget suasana pulang sekolah, ketawa sama teman-teman di pinggir jalan.”

Di era digital,  ape juga sering jadi bahan konten di media sosial. Banyak food vlogger merekam proses pembuatannya yang unik, dari menuang adonan hingga mengangkat kue yang sudah matang. ape pun kembali viral dan makin dikenal generasi muda.

Tantangan Pedagang Kue Ape di Era Modern

Meski populer, pedagang ape menghadapi tantangan berat di era modern. Persaingan dengan makanan cepat saji, naiknya harga bahan baku, hingga berkurangnya lahan berjualan jadi masalah utama.

Namun, di sisi lain, peluang tetap terbuka. Banyak pedagang kini memanfaatkan platform digital untuk menjual ape secara online. Bahkan ada yang membuat versi frozen agar bisa dikirim ke luar kota.

Hal ini membuktikan bahwa ape tidak hanya bisa bertahan, tapi juga beradaptasi dengan zaman. Tradisi kuliner bisa tetap hidup jika dikemas dengan cara yang sesuai dengan kebutuhan masa kini.

Kesimpulan: Kue Ape, Simbol Sederhana yang Tak Pernah Pudar

Kue Ape adalah bukti bahwa kelezatan tidak harus rumit. Dari bahan sederhana, tercipta camilan yang bisa memikat hati banyak orang. Bukan hanya soal rasa, tapi juga kenangan, filosofi, dan identitas budaya yang menyertainya.

Di tengah gempuran kuliner modern, ape tetap punya tempat istimewa. Ia adalah jajanan yang membuat orang tersenyum, mengingat masa kecil, dan merasakan kehangatan Jakarta yang apa adanya.

Satu hal yang pasti: selama masih ada orang yang merindukan masa lalu dan mencari rasa autentik, ape akan selalu hidup di hati para penikmatnya.

Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Food

Baca Juga Artikel Dari: Kue Lumpur Jakarta: Jajanan Tradisional Lembut dan Manis

Author