Jakarta, blessedbeyondwords.com – Surabaya tidak hanya terkenal dengan julukan Kota Pahlawan, tapi juga sebagai surga kuliner jalanan. Salah satu yang paling legendaris adalah Lontong Balap Surabaya, makanan khas yang namanya selalu membuat orang penasaran.
Bayangkan sepiring lontong dengan tauge melimpah, tahu goreng, lento (perkedel kacang tolo), disiram kuah gurih, lalu ditaburi sambal petis udang yang khas. Rasanya sederhana, tapi justru kesederhanaan itulah yang membuat Lontong Balap tak pernah kehilangan penggemarnya.
Nama “Lontong Balap” sendiri lahir dari sejarah unik. Konon, di tahun 1950-an, para penjual lontong di Surabaya sering berjualan di kawasan Wonokromo dan Tugu Pahlawan. Mereka membawa pikulan dan harus berebut lokasi strategis. Karena berjalan cepat seperti sedang “balapan”, masyarakat pun menjulukinya “Lontong Balap”. Julukan itu melekat hingga kini, menjadi identitas kuliner yang khas dari Surabaya.
Saya teringat cerita seorang bapak tua penjual lontong balap di kawasan Jalan Kranggan. Katanya, dulu para penjual benar-benar berlarian demi mendapat tempat terbaik di keramaian. “Kalau lambat, bisa kalah pelanggan,” ujarnya sambil tersenyum mengenang masa lalu.
Komposisi Lontong Balap: Harmoni Rasa dalam Satu Piring

Apa yang membuat Lontong Balap istimewa? Jawabannya ada pada paduan bahan yang sederhana namun kaya cita rasa:
-
Lontong.
Nasi yang dibungkus daun pisang lalu direbus lama hingga padat. Potongan lontong menjadi karbohidrat utama dalam hidangan ini. -
Tauge.
Disajikan dalam jumlah banyak, tauge memberikan sensasi segar dan renyah yang kontras dengan kuahnya. -
Tahu Goreng.
Dipotong dadu, tahu goreng menyumbang rasa gurih sekaligus tekstur empuk. -
Lento.
Inilah bintang tersembunyi dari Lontong Balap. Lento adalah semacam perkedel dari kacang tolo yang digiling, dibumbui, lalu digoreng hingga garing. Rasanya khas, gurih dengan aroma kacang yang unik. -
Kuah Kaldu.
Kuahnya bening, terbuat dari rebusan air tahu dan bumbu sederhana seperti bawang putih serta merica. Meski terlihat ringan, rasa kuah ini menyatukan semua komponen dengan sempurna. -
Sambal Petis.
Inilah yang memberi identitas rasa Lontong Balap Surabaya. Sambal berbasis petis udang ini memberi rasa manis, gurih, dan sedikit asin yang khas Jawa Timur.
Jika ditanya mengapa rasanya begitu memikat, jawabannya sederhana: kombinasi tekstur dan rasa yang seimbang. Ada lembutnya lontong, segarnya tauge, gurihnya tahu, uniknya lento, hingga rasa manis-asin petis. Semuanya berpadu tanpa saling menutupi.
Sejarah Lontong Balap: Dari Jalanan Surabaya ke Ikon Kuliner Nasional
Lontong Balap lahir dari tradisi kuliner rakyat. Pada awalnya, hidangan ini hanya dijual di pinggir jalan dan pasar. Lokasi legendarisnya ada di kawasan Wonokromo, tempat para penjual berkumpul, berjualan, dan “balapan” mencari pembeli.
Seiring waktu, Lontong Balap bukan hanya sekadar makanan, melainkan bagian dari identitas kota Surabaya. Jika soto identik dengan Lamongan dan rawon melekat pada Jawa Timur, maka Lontong Balap adalah ikon Surabaya.
Media lokal Surabaya pernah menulis bahwa Lontong Balap mulai populer pada era 1970-an hingga 1980-an, ketika Surabaya mulai tumbuh sebagai kota industri. Masyarakat pekerja menyukai makanan ini karena porsinya mengenyangkan, harganya terjangkau, dan mudah ditemukan di jalanan kota.
Kini, Lontong Balap sudah menembus batas. Tidak hanya bisa ditemukan di Surabaya, tapi juga di berbagai kota besar lain di Indonesia. Bahkan, banyak restoran khas Jawa Timur di Jakarta dan Bali memasukkannya ke dalam menu utama.
Filosofi Lontong Balap: Kebersamaan dan Kesederhanaan
Lontong Balap bukan sekadar kuliner, tapi juga punya filosofi sosial. Hidangan ini mencerminkan kebersamaan masyarakat Surabaya yang egaliter.
Bayangkan suasana di sebuah warung kaki lima pada jam makan siang. Orang dari berbagai latar belakang—mahasiswa, pekerja kantoran, sopir angkot, hingga turis—duduk bersebelahan menikmati sepiring Lontong Balap. Tidak ada sekat, semua larut dalam kenikmatan sederhana yang sama.
Seorang budayawan Surabaya pernah berkata bahwa Lontong Balap adalah “kuliner demokratis”. Artinya, siapa pun bisa menikmatinya tanpa memandang status sosial. Makanan ini mengajarkan bahwa kelezatan sejati tidak butuh kemewahan, cukup rasa tulus dari bumbu sederhana yang diracik dengan cinta.
Ada pula cerita unik dari seorang penggemar berat Lontong Balap. Katanya, ia bisa makan menu ini tiga kali seminggu tanpa bosan. Alasannya? “Karena setiap warung punya cita rasa berbeda. Ada yang kuahnya lebih gurih, ada yang petisnya lebih pekat. Jadi selalu ada kejutan baru.”
Lontong Balap dan Pasangan Setia: Sate Kerang
Kalau membicarakan Lontong Balap, sulit melepaskannya dari “pasangan setia” bernama Sate Kerang.
Sate Kerang biasanya disajikan sebagai pelengkap, berupa kerang kecil yang ditusuk dan dimasak dengan bumbu manis gurih. Rasanya yang khas semakin memperkaya sensasi makan Lontong Balap.
Di beberapa warung legendaris Surabaya, Lontong Balap tidak pernah dijual tanpa sate kerang. Bahkan, banyak pelanggan menganggap sate kerang sebagai syarat wajib. Tanpa sate kerang, Lontong Balap terasa “kurang lengkap”.
Hubungan Lontong Balap dan Sate Kerang ini ibarat pasangan yang saling melengkapi: yang satu segar ringan, yang lain gurih legit.
Menyusuri Warung Lontong Balap Legendaris di Surabaya
Bagi pecinta kuliner, berburu Lontong Balap di Surabaya adalah pengalaman tak terlupakan. Beberapa warung legendaris bahkan sudah berdiri puluhan tahun:
-
Lontong Balap Garuda Pak Gendut (Jl. Kranggan).
Disebut-sebut sebagai salah satu warung tertua yang menjual Lontong Balap. Rasa kuahnya segar, dengan petis yang pas di lidah. -
Lontong Balap Pak Gendut Wonokromo.
Tempat yang sering ramai oleh warga lokal dan wisatawan. -
Warung Lontong Balap di sekitar Taman Bungkul.
Kawasan populer untuk anak muda Surabaya, di mana Lontong Balap disajikan dalam suasana lebih modern namun tetap autentik.
Banyak turis luar kota bahkan menjadikan berburu Lontong Balap sebagai agenda khusus ketika berkunjung ke Surabaya.
Lontong Balap dalam Perspektif Kuliner Indonesia
Dalam konteks kuliner Indonesia, Lontong Balap punya posisi unik. Jika Padang terkenal dengan rendang, Solo dengan nasi liwet, dan Bandung dengan batagor, maka Surabaya dengan bangga mempersembahkan Lontong Balap.
Keunikan ini membuat banyak media kuliner nasional memasukkan Lontong Balap dalam daftar makanan khas Indonesia yang wajib dicoba setidaknya sekali seumur hidup.
Bahkan, beberapa festival kuliner di Jakarta dan Yogyakarta sering menghadirkan stan khusus Lontong Balap. Antrian panjang di stan itu menjadi bukti bahwa hidangan ini tidak hanya milik warga Surabaya, tapi juga dicintai secara nasional.
Kesimpulan: Lontong Balap, Rasa yang Selalu Membawa Pulang ke Surabaya
Lontong Balap Surabaya adalah kuliner jalanan yang sederhana namun ikonik. Dari sejarah unik namanya, komposisi bahan yang khas, hingga filosofi kebersamaan yang terkandung di dalamnya, Lontong Balap bukan sekadar makanan—ia adalah bagian dari identitas kota Surabaya.
Bagi warga Surabaya, Lontong Balap adalah nostalgia. Bagi wisatawan, ia adalah pengalaman rasa yang tak terlupakan. Dan bagi Indonesia, Lontong Balap adalah bukti betapa kaya dan beragam kuliner nusantara.
Seperti kata seorang pelanggan setia di Jalan Kranggan: “Makan Lontong Balap itu rasanya kayak pulang. Meski sudah tinggal jauh dari Surabaya, sekali suapan langsung inget rumah.”
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Food
Baca Juga Artikel Dari: Udang Bakar Jimbaran: Sajian Laut Ikonik dari Bali yang Mendunia
