Nordic Café

Mencicipi Kesejukan Nordic Café di Tengah Dingdongtogel

Pagi itu saya duduk di sudut jendela sebuah kafe berdesain bersih, serba terang, dengan wangi kayu pinus samar-samar menyapa hidung. Sinar matahari menyelinap lewat tirai linen putih, menyentuh permukaan meja kayu ek yang lapang. Bukan, ini bukan di Oslo atau Stockholm. Ini di jantung Jakarta Selatan—di sebuah Nordic café yang baru buka tiga bulan lalu.

Nordic café bukan cuma tempat untuk ngopi. Ia adalah pengalaman.
Sesuatu yang nyaris spiritual, bila boleh saya dramatisir sedikit.

Di sini, waktu melambat. Kamu tidak hanya datang untuk mengisi perut atau mengusir kantuk. Kamu datang untuk merasa—tenang, ringan, terhubung.

Tren ini tidak muncul begitu saja. Meningkatnya kelelahan digital, burnout di kalangan profesional muda, dan kebutuhan akan ruang “escape” membuat kafe dengan sentuhan Skandinavia menjadi oasis baru di kota besar.

Dan hey, kalau kamu pikir ini cuma gimmick gaya-gayaan doang, pikir lagi. Di balik latte art minimalis dan kue kayu manis yang mengundang, ada filosofi hidup yang sedang dibawa ke tengah kota: Hygge.

Hygge (dibaca: hoo-gah) adalah konsep kenyamanan khas Denmark yang mengutamakan kesederhanaan, kehangatan, dan koneksi. Dan Nordic café, diam-diam, adalah duta besarnya.

Sebuah Pagi di Nordic Café—Lebih dari Sekadar Tempat Minum Kopi

Nordic Café

Apa Itu Nordic Café? Antara Filosofi, Estetika, dan Rasa

Nordic café adalah jenis kafe yang terinspirasi oleh budaya makan dan minum Skandinavia—wilayah Eropa Utara yang mencakup Norwegia, Swedia, Denmark, Finlandia, dan Islandia.

Ciri khasnya?

  • Desain minimalis dan terang: banyak memakai material natural seperti kayu, batu, linen, dan kaca.

  • Ruang terbuka dan airy: meja tidak berdempetan, pencahayaan alami melimpah.

  • Makanan sederhana tapi berkualitas tinggi: sourdough bread, smoked salmon, open sandwich (smørrebrød), cinnamon roll (kanelbulle), dan tentu saja, kopi—dengan standar tinggi.

Yang membedakan Nordic café dari kafe biasa adalah pendekatannya. Kalau kafe lain berlomba bikin kamu betah dengan gimmick, Nordic café memanjakanmu dengan space to breathe.

Misalnya, saya pernah mampir ke kafe Nordisk di Bandung. Saat saya memesan filter coffee, baristanya dengan senyum hangat berkata:

“Ambil tempat yang paling kamu suka. Kopinya akan kami antar, tapi jangan terburu-buru. Nikmati harimu dulu.”

Tidak banyak tempat makan yang mengundangmu untuk pelan-pelan. Dan itulah yang membuatnya istimewa.

Dari Stockholm ke Surabaya—Mengapa Nordic Café Menjamur di Asia?

Mungkin awalnya hanya tren Pinterest atau feed Instagram. Tapi sekarang, Nordic café menjamur di berbagai kota besar Asia, termasuk Jakarta, Bangkok, Seoul, hingga Taipei.

Alasannya?

  1. Estetika yang Instagenic tapi fungsional: Generasi muda suka tempat yang bisa “cantik difoto”, tapi juga nyaman untuk kerja remote, diskusi ringan, atau sekadar baca buku.

  2. Lifestyle modern yang mendamba slow living: Di tengah hustle culture, hadirnya tempat yang mendukung mindful eating dan mindful coffee drinking jadi semacam bentuk protes pasif yang menyejukkan.

  3. Kepedulian terhadap keberlanjutan: Banyak Nordic café yang mengusung tema sustainability—mulai dari bahan bangunan lokal, menu berbasis tanaman, sampai pengurangan plastik sekali pakai.

  4. Pengaruh Nordic cuisine dalam fine dining Asia: Tak bisa dipungkiri, restoran seperti Noma (Kopenhagen) yang pernah dinobatkan sebagai restoran terbaik dunia beberapa kali, membuka mata banyak chef dan pelaku F&B di Asia akan keindahan rasa sederhana.

Fenomena ini menunjukkan satu hal: kita butuh ruang untuk dingdongtogel. Dan Nordic café datang tepat waktu.

Makanan di Nordic Café—Sederhana Tapi Menghanyutkan

Sekilas, makanan di Nordic café terlihat “biasa”. Tapi tunggu sampai kamu mencicipi.

Saya masih ingat waktu mencoba gravlax smørrebrød di Kaffe Øst di Bali. Roti gandum yang padat dan renyah, di atasnya potongan salmon diasinkan, irisan tipis dill, acar mentimun, dan mustard sauce yang tidak terlalu tajam. Semuanya seimbang. Tidak ada yang dominan, tidak ada yang berisik.

Inilah filosofi kuliner Nordik:

  • Minimal bahan, maksimal rasa.

  • Musiman dan lokal.

  • Natural dan tidak “dimanipulasi” berlebihan.

Menu favorit lain biasanya adalah:

  • Kanelbulle (cinnamon roll): beda dari versi Amerika, versi Nordik lebih ringan, tidak terlalu manis, dan lebih berbumbu.

  • Rye bread toast dengan telur rebus setengah matang dan microgreens.

  • Kopi filter, Aeropress, atau V60 yang jernih dan aromatik—tanpa tambahan gula atau sirup.

Uniknya, banyak pengunjung yang awalnya skeptis soal porsinya yang kecil dan tampilannya “plain”, malah akhirnya ketagihan karena tidak membuat perut begah dan justru membuat tubuh terasa ringan.

Nordic Café sebagai Ruang Sosial Baru—Quiet but Connected

Nordic Café

Di zaman ketika bising jadi default, Nordic café menawarkan sesuatu yang jarang: ketenangan sosial.

Maksudnya begini:
Kalau coworking space kadang terlalu korporat dan coffee shop biasa terlalu ramai, Nordic café jadi penengah yang pas. Tidak ada musik keras, tidak ada antrian histeris, tidak ada gangguan visual yang membombardir.

Kamu bisa bekerja, tapi kamu juga bisa duduk diam.
Kamu bisa ngobrol santai, tapi kamu juga bisa menyendiri tanpa merasa aneh.

Dari observasi saya, komunitas-komunitas kecil mulai tumbuh dari tempat seperti ini. Ada book club kecil di Nordhaus Jogja. Ada kelas slow journaling di Fika & Co di Surabaya. Bahkan, beberapa Nordic café jadi tempat pelatihan mindfulness untuk para pekerja kreatif.

Ada semacam kebutuhan baru akan ruang yang “memanusiakan”—dan Nordic café menjawabnya dengan sangat anggun.

Penutup: Nordic Café Bukan Sekadar Tempat, Tapi Sebuah Cara Pandang

Di akhir hari, Nordic café bukan tentang furnitur kayu terang, bukan pula tentang makanan yang “aesthetic”. Ia adalah pengingat bahwa kita bisa hidup dengan lebih sadar, lebih ringan, dan lebih hadir.

Ketika kamu masuk ke sebuah Nordic café, kamu tidak sedang “ikut tren”. Kamu sedang memberi waktu untuk dirimu sendiri—dan itu, barangkali, adalah bentuk self-care terbaik di era yang terlalu cepat ini.

Jadi, lain kali kamu melihat kafe dengan nama-nama Skandinavia, warna pastel alami, dan menu yang terdengar asing, coba masuk. Duduk. Tarik napas.

Mungkin kamu akan menemukan lebih dari sekadar kopi.

Baca Juga Artikel dari: Management Time: Kunci Produktivitas Maksimal

Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Travel

Author