Aku masih ingat banget waktu pertama kali nyobain amplang. Itu waktu ke Balikpapan bareng teman-teman. Di antara semua oleh-oleh khas Kalimantan yang mereka sodorkan, justru camilan yang satu ini yang langsung nempel di ingatan. Rasanya gurih, renyah, dan yang paling bikin nagih—aroma ikannya khas tapi gak amis. Sejak saat itu, setiap lihat amplang di toko oleh-oleh, rasanya kayak nostalgia datang barengan.
Artikel ini aku tulis dari rasa penasaran dan kekaguman. Ternyata, di balik kerupuk kecil yang ringan itu, ada sejarah, budaya, dan teknik yang luar biasa. Yuk kita bahas satu-satu!
Apa Itu Kerupuk Amplang dan Asal-Usul Namanya
Amplang itu kerupuk ikan, tapi bukan kerupuk sembarang. Dia dibuat dari ikan segar yang dihaluskan, dicampur tepung dan bumbu, lalu digoreng hingga mengembang dan renyah.
Dari yang aku baca dan dengar dari warga lokal, kata “amplang” berasal dari bahasa daerah yang artinya “mengembang.” Pas banget karena bentuk amplang memang seperti gumpalan adonan yang mekar saat digoreng. Kadang disebut juga “kerupuk kuku macan” karena bentuknya yang tajam melengkung seperti cakar harimau.
Tradisinya kuat banget, terutama di Kalimantan Timur. Meski udah ada di banyak kota, tetap aja yang paling melegenda itu amplang dari Balikpapan dan Samarinda.
Amplang Kalimantan: Kudapan Ikan Legendaris dari Pulau Borneo
Amplang memang identik dengan Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur. Bahkan jadi oleh-oleh wajib kalau kamu mampir ke Balikpapan, Samarinda, atau Bontang.
Awalnya, amplang dibuat dari ikan belida, sejenis ikan air tawar yang kini langka. Karena stoknya makin sulit, banyak pengrajin beralih ke ikan tenggiri dan ikan gabus. Tapi menurutku, selama teknik pembuatannya pas dan bumbunya kuat, rasa tetap lezat kok.
Yang bikin amplang istimewa itu bukan cuma rasanya, tapi juga teknik dan konsistensinya. Hampir setiap toko punya ciri khas sendiri. Ada yang teksturnya ringan, ada juga yang cenderung padat dan keras. Semuanya balik ke selera.
Amplang Balikpapan vs Samarinda: Ciri Khas dan Perbedaannya
Waktu keliling dua kota itu, aku sempat nyobain amplang dari keduanya. Awalnya kukira sama aja, tapi ternyata beda.
-
Amplang Balikpapan biasanya lebih besar ukurannya dan punya tekstur yang lebih empuk. Rasa ikannya latoto juga lebih terasa, mungkin karena resepnya memang lebih fokus di keaslian bahan.
-
Amplang Samarinda punya bentuk yang lebih kecil dan garing. Rasanya sedikit lebih ringan, cocok buat ngemil terus-terusan.
Buat yang baru pertama kali coba, saran pribadi: beli dua-duanya. Rasain bedanya. Aku pribadi lebih suka versi Samarinda karena teksturnya lebih renyah.
Proses Pembuatan: Dari Ikan Segar hingga Renyah
Bikin amplang itu gak sesimpel kedengarannya. Aku pernah lihat langsung di rumah produksi kecil di pinggiran Samarinda.
Pertama, ikan segar dibersihkan dan dihaluskan hingga benar-benar lembut. Lalu dicampur dengan tepung tapioka, bawang putih, garam, dan sedikit baking powder untuk membantu pengembangan. Setelah adonan kalis, dibentuk sesuai selera—ada yang bulat, lonjong, atau menyerupai kuku macan.
Tahap selanjutnya, food adonan digoreng dalam minyak panas dengan suhu stabil. Ini penting banget. Kalau minyaknya gak stabil, hasilnya bisa bantat atau gosong. Setelah matang, amplang ditiriskan dan dikemas rapat agar tetap renyah.
Mungkin kedengeran sederhana, tapi percayalah, konsistensi rasa dan tekstur itu hasil latihan bertahun-tahun.
Alat yang Digunakan untuk Pembuatan Secara Tradisional dan Modern
Awalnya semua proses dilakukan manual. Ikan ditumbuk pakai lesung, adonan diaduk tangan, dan digoreng pakai wajan besar di atas tungku.
Tapi sekarang, beberapa produsen udah mulai pakai mesin pengaduk dan mesin penggiling ikan. Bahkan untuk penggorengan skala besar, udah ada mesin penggoreng otomatis. Bikin produksi lebih cepat dan hemat tenaga.
Tapi anehnya, ada yang bilang amplang buatan tangan punya rasa lebih “tulen.” Entah sugesti atau memang beneran, tapi menurutku, sentuhan tangan memang punya efek magis dalam makanan.
Inovasi dan Varian Rasa Amplang di Pasaran Saat Ini
Dulu waktu masih kecil, amplang cuma satu rasa: ikan. Tapi sekarang, pas mampir ke pusat oleh-oleh di Balikpapan, aku nemu varian pedas, keju, rumput laut, bahkan barbeque. Gokil.
Amplang juga gak lagi cuma bentuk kecil lonjong. Ada yang dibikin pipih kayak keripik, ada juga yang dikemas dalam kaleng dengan branding modern. Ini bukti kalau produk tradisional bisa banget naik kelas dan diterima generasi muda.
Menurutku, ini langkah cerdas. Karena tanpa inovasi, produk lokal bisa kalah saing sama camilan impor. Amplang udah selangkah di depan.
Amplang sebagai Oleh-oleh Khas Kalimantan yang Mendunia
Di bandara, aku sempat ngobrol dengan turis asing yang beli amplang buat dibawa pulang ke negaranya. Ternyata dia ketagihan waktu cobain dari temannya di Malaysia. Wow.
Amplang memang punya potensi ekspor tinggi. Rasanya unik tapi tetap cocok di lidah siapa aja. Apalagi udah banyak produsen yang punya sertifikat halal dan BPOM. Itu nilai plus buat masuk pasar luar negeri.
Kalau kamu penasaran dan belum sempat ke Kalimantan, beberapa produsen juga udah jual secara online. Bahkan marketplace besar kayak Tokopedia banyak yang jual amplang dengan kemasan rapi dan pengiriman ke seluruh Indonesia. Praktis banget!
Kesimpulan: Amplang, Kerupuk Ikan yang Punya Cerita di Tiap Daerah
Amplang bukan sekadar kerupuk. Di balik kerenyahannya, ada budaya, sejarah, dan cinta akan warisan kuliner Indonesia. Setiap gigitannya membawa kita kembali ke rumah, ke pasar tradisional, atau ke jalan-jalan sempit di Kalimantan yang wangi minyak goreng dan ikan asap.
Kalau kamu belum pernah coba, kamu harus. Dan kalau kamu suka, kenalkan ke teman-temanmu. Karena satu-satunya cara agar kuliner tradisional tetap hidup adalah dengan terus bercerita tentangnya.
Dan satu hal lagi: amplang itu enak banget jadi teman ngopi sore.
Dimsum khas kalimantan lainnya, sehat dan mengenyangkan cobain ya: Choipan: Dimsum Khas Singkawang yang Populer dan Kaya Rasa